Sabtu, 11 April 2015

Keraton Sumenep

Keraton Sumenep
Keraton Sumenep dulunya adalah tempat kediaman resmi para Adipati/Raja-Raja selain sebagai tempat untuk menjalankan roda pemerintahan. Kerajaan Sumenep sendiri bisa dibilang sifatnya sebagai kerajaan kecil (setingkat Kadipaten) kala itu, sebab sebelum wilayah Sumenep dikusai VOC wilayah Sumenep sendiri masih harus membayar upeti kepada kerajaan-kerajaan besar(Singhasari,Majapahit, dan Kasultanan Mataram).
Keraton Sumenep sejatinya banyak jumlahnya, selain sebagai kediaman resmi adipati/raja yang berkuasa saat itu, karaton juga difungsikan sebagai tempat untuk mengatur segala urusan pemerintahan kerajaan. Saat ini Bangunan Karaton yang masih tersisa dan utuh adalah bangunan Karaton yang dibangun oleh Gusti Raden Ayu Tirtonegoro R. Rasmana dan Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro (Bindara Saod) beserta keturunannya yakni Panembahan Somala Asirudin Pakunataningrat dan Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I (Raden Ario Notonegoro). Sedangkan untuk bangunan karaton-karaton milik Adipati/Raja yang lainnya, seperti Karaton Pangeran Siding Puri di Parsanga, Karaton Tumenggung Kanduruan, Karaton Pangeran Lor dan Pangeran Wetan di Karangduak hanya tinggal sisa puing bangunannya saja yakni hanya berupa pintu gerbang dan umpak pondasi bangunan Keraton.
Istilah penyebutan Karaton apabila dikaitkan dengan sistem pemerintahan di Jawa saat itu, merasa kurang tepat karena karaton Sumenep memeliki strata tingkatan yang lebih kecil dari bangunan keraton yang ada di Jogjakarta dan Surakarta. Karaton Sumenep sebenarnya adalah bangunan kediaman keadipatian yang pola penataan bangunannya lebih sederhana dari pada keraton-keraton besar seperti Jogjakarta dan Surakarta. Namun perlu dimaklumi bahwa penggunaan penyebutan istilah karaton sudah berlangsung sejak dulu kala oleh masyarakat Madura, karena kondisi geografis Sumenep yang berada di daerah mancanegara (wilayah pesisir wetan) yang jauh dari Kerajaan Mataram. Begitu juga penyebutan Penguasa Kadipaten yang lebih familiar dikalangan masyarakatnya dengan sebutan "Rato/Raja"

Pendiri

Karaton Pajagalan atau lebih dikenal Karaton Songennep dibangun di atas tanah pribadi milik Panembahan Somala penguasa Sumenep XXXI. Dibangun Pada tahun 1781 dengan arsitek pembangunan Karaton oleh Lauw Piango salah seorang warga keturunan Tionghoa yang mengungsi akibat Huru Hara Tionghoa 1740 M di Semarang. Karaton Panembahan Somala dibangun di sebelah timur karaton milik Gusti R. Ayu Rasmana Tirtonegoro dan Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro (Bindara Saod) yang tak lain adalah orang tua dia. Bangunan Kompleks Karaton sendiri terdiri dari banyak massa, tidak dibangun secara bersamaan namun di bangun dan diperluas secara bertahap oleh para keturunannya.

Kompleks Bangunan Karaton

Keraton Sumenep berdiri di atas tanah milik pribadi Pangeran Natakusuma I (Panembahan Somala) (sebelah timur keraton lama milik Ratu R. Ayu Rasmana Tirtanegara). Kompleks bangunan Karaton Sumenep lebih sederhana dari kompleks Karaton kerajaan Mataram, bangunannya hanya meliputi Gedong Negeri, Pengadilan Karaton, Paseban, dan beberapa bangunan Pribadi Keluarga Karaton.
Di depan keraton, ke arah selatan berdiri Pendapa Agung dan di depannya berdiri Gedong Negeri (sekarang Kantor Disbudparpora) yang didirikan oleh Pemerintahan Belanda. Konon, Pembangunan Gedong Negeri sendiri dimaksudkan untuk menyaingi kewibawaan keraton Sumenep dan juga untuk mengawasi segala gerak-gerik pemerintahan yang dijalankan oleh keluarga Keraton. Selain itu Gedong Negeri ini juga difungsikan sebagai kantor bendahara dan pembekalan Karaton yang dikelola oleh Patih yang dibantu oleh Wedana Keraton.

Labang Mesem tampak dari dalam
Disebelah timur Gedong Negeri tersebut berdiri pintu masuk keraton Sumenep yaitu Labang Mesem. Pintu gerbang ini sangat monumental, pada bangian atasnya terdapat sebuah loteng, digunakan untuk memantau segala aktifitas yang berlangsung dalam lingkungan keraton. Konon jalan masuk ke kompleks keraton ini ada lima pintu yang dulunya disebut ponconiti. Saat ini tinggal dua buah yang masih ada, kesemuanya berada pada bagian depan tapak menghadap ke selatan. Pintu yang sebelah barat merupakan jalan masuk yang amat sederhana. 

Di bagian pojok disebelah timur bagian selatan Labhang Mesem berdiri Taman Sare (tempat pemandian putera-puteri Adipati) dimana sekelilingnya dikelilingi tembok tembok yang cukup tinggi dan tertutup.
Sedangkan di halaman belakang keraton sebelah timur berdiri dapur, sebelah barat berdiri sisir (tempat tidur para pembantu keraton, emban, dayang-dayang Puteri Adipati), di sebelah barat terdapat sumur. Di depan sumur agak ke arah barat berdiri Keraton Ratu R. Ayu Rasmana Tirtanegara, dan di depannya berdiri pendapa. Namun pada zaman pemerintahan Sultan Abdurahman Pakunataningrat pendapa tersebut dipindahkan ke Asta Tenggi dan disana didirikan Kantor Koneng. Pembangunan Kantor Koneng (kantor kerajaan/adipati) semula mendapat tentangan keras oleh pemerintah Hindia Belanda karena hal tersebut bertentangan dengan peraturan pemerintah saat itu. Namun, untuk menghindari tuduhan tersebut maka Sultan beninisiatif untuk mengubah seluruh cat bangunan tembok berwarna kuning selaras dengan namanya yaitu "kantor koneng" (bahasa belanda :konenglijk=kantor raja/adipati). Pada Masa Pemerintahan Sultan Abdurrahman, kantor Koneng difungsikan sebagai tempat rapat-rapat rahasia para pejabat-pejabat tinggi Karaton. Di sebelah selatan Kantor Koneng, di pojok sebelah barat pintu masuk berdiri pendapa (paseban).
Pada mulanya antara keraton dengan pendopo letaknya terpisah. Namun, pada masa pemerintahan Sultan Abdurrahman Pakunataningrat, kedua bangunan tersebut dijadikan satu deret. Dahulu, Paseban (pendopo ageng) difungsikan sebagai tempat sidang yang dipimpin langsung oleh sang Adipati dan dihadiri oleh seluruh pejabat tinggi karaton yang waktunya dilaksanakan pada hari-hari tertentu. Paseban sendiri diurus oleh mantri besar dan dibantu oleh kebayan.
Di sebelah selatan Taman Sare berdiri Pendapa atau Paseban dan sekarang dijadikan toko souvenir. Di sebelah selatan keraton terbentang jalan menuju Masjid Jamik Sumenep(ke arah barat), sedangkan ke arah timur menuju jalan Kalianget. Di sebelah timur keraton adalah perkampungan,dan di arah timur jalan adalah Kampong Patemon. Artinya tempat pertemuan aliran air taman keraton dan aliran-aliran air taman milik rakyat dan Taman Lake’ (tempat pemandian prajurit keraton). Dari jalan Dr. Sutomo ke arah timur terdapat jalan menurun, sebelum tikungan jalan berdiri pintu gerbang keluar atau Labang Galidigan. Di sebelah barat pintu keluar terdapat jalan menurun, bekas undakan tujuh.
Di sebelah selatan jalan undakan terdapat Sagaran atau laut kecil merupakan tempat bertamasya putera-puteri Adipati. Sekarang Sagaran tersebut ditempati perumahan rakyat dan lapangan tennis. Di sebelah barat lapangan tennis, berdiri kamarrata merupakan tempat kereta kencana, dan dibelakangnya berdiri kandang kuda lengkap dengan dua taman.
Komplek keraton Sumenep justru tidak menghadap ke barat tetapi ke selatan. Hal ini berhubungan dengan legenda laut selatan ( selat Madura ) tempat bersemayamnya Raden Segoro dan analog dengan legenda di Mataram tentang Nyai Roro Kidul yang konon istri dari Sultan Agung yang bersemayam/bertahta di Segoro Kidul ( Lautan Indonesia ). Dari legenda tersebut menimbulkan dogma turun temurun bahwa rumah tinggal yang baik harus menghadap ke selatan. Ditinjau dari tapak ( site planning ) terlihat bahwa kompleks bangunan keraton pada prinsipnya menganut keseimbangan simetri dengan menggunakan as/sumbu yang cukup kuat. Hal ini merupakan usaha perencanaannya untuk memberikan kesan agung dan berwibawa dari kompleks ini.

Struktur Penataan Kota

Konsep dasar perencanaan tata kota Sumenep ditentukan berdasarkan ajaran Islam : hablum minallah wa hablum minannas artinya berhubungan dengan Allah dan berhubungan dengan manusia. Maksudnya alun-alun sebagai pusatnya. Bila menghadap lurus ke barat dimaksudkan kita berhubungan dengan Tuhan ( kiblat di Masjidil haram ) dan kita temukan Masjid jamik. Sebaliknya bila kita menghadap ke timur dimaksudkan berhubungan dengan manusia dan kita dapatkan keraton Sumenep. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan ajaran agama Hindu yang mengatakan bahwa timur, arah tempat matahari terbit adalah lambang kehidupan, jadi tempat manusia di alam dunia. Sebaliknya barat tempat matahari terbenam adalah lambang kematian, lambang akherat, dan lambang ketuhanan.

Prasasti Karaton Sumenep

Prasasti keraton Sumenep berisi wasiat Panembahan Somala tentang kompleks bangunan Karaton dan sekitarnya. Prasasti tersebut ditulis pada tahun 1200 H atau tahun ba' Bulan Muharram dengan huruf arab dan sekarang masih tersimpat di Museum Karaton Sumenep.
Tahun Hijriah Nabi SAW. 1200 (tahun ba') dibulan Muharram, inilah bangunan-bangunan (tempat tinggal) serta tanah-tanah wakaf Pangeran Natakusuma Adipati Sumenep. Semoga Allah SWT memberi ampun baginya dan kedua orang tuanya. Inilah bangunan serta tanah yang tidak dapat dirusak dan tidak dapat diwaris sebabb bangunan (termasuk tanah tersebut) adalah wakaf yang diperuntukkan untuk kebutuhan orang fair dan orang miskin. Saya memberi perintah kepada sekalian keturunan, atau kalau tidak ada sanggup, kepada lainnya guna memperbaiki mengawasi dan memlihara bangunan-bangunan dan tanah tersebut, bagi keturunan lainnya yang telah memlihara dan mengawasi wakaf itu semoga Allah SWT, mengaruniai keselamatan dunia maupun akherat.

Warisan Budaya

Selain memiliki kemegahan bangunan, Karaton Sumenep juga memiliki suatu warisan budaya yang tak ternilai. antara lain :
  • Tari Gambuh,
Pada awalnya tari Gambu lebih dikenal dengan Tari keris, dalam catatan Serat Pararaton tari Gambu disebut dengan Tari Silat Sudukan Dhuwung, yang diciptakan oleh Arya Wiraraja dan diajarkan pada para pengikut Raden Wijaya kala mengungsi di keraton Sumenep. Tarian tersebut pernah ditampilkan di keraton Daha oleh para pengikut Raden Wijaya pada perayaan Wuku Galungan yang dilaksanakan oleh Raja Jayakatong dalam suatu acara pasasraman di Manguntur Keraton Daha yang selalu dilaksanakan setiap akhir tahun pada Wuku Galungan. Para pengikut Raden Wijaya antara lain Lembusora, Ranggalawe dan Nambi diadu dengan para Senopati Daha yakni Kebo Mundarang, Mahesa Rubuh dan Pangelet, dan kemenangan berada pada pengikut Rade Wijaya.
Tari Keris ciptaan Arya Wiraraja ini lama sekali tidak diatraksikan. Pada masa kerajaan Mataram Islam di Jawa yakni pada pemerintahan Raden Mas Rangsang Panembahan AGUNG Prabu Pandita Cakrakusuma Senapati ing Alaga Khalifatullah (Sultan Mataram 1613-1645), seorang Raja yang sangat peduli dengan seni dan budaya. Maka kala itu Sumenep diperintah oleh seorang Adipati kerabat Sultan Agung yang bernama Pangeran Anggadipa tarian tersebut dihidupkan kembali sekiotar tahun 1630, diberi nama “Kambuh” dalam bahasa Jawa berarti “terulang kembali” dan sampai detik ini terus diberi nama Kambuh dan lama kelamaan berubah istilah menjadi tari Gambu (dalam logat Sumenep).
  • Tari Moang Sangkal,
Mowang berarti membuang, Sangkal berarti sukerta, dan sukerta artinya gelap (sesuatu yg menjadi santapan sebangsa setan, dedemit, jin rayangan, iblis, menurut ajaran Hindu). Sedangkan sangkal adalah mengadopsi dari bahasa Jawi Kuno yang maksudnya Sengkala (sengkolo). Jadi sangkal yang dimaksudkan pada umumnya di Songennep adalah : bila ada orang tua mempunyai anak gadis lalu dilamar oleh laki-laki, tidak boleh ditolak karena membuat si gadis tersebut akan “sangkal” (tidak laku selamanya).Pada awalnya tari Mowang Sangkal agak keras geraknya yang diiringi dengan gamelan dengan gending ”sampak” lalu mengalir pada gending ”oramba’-orambe’” yang mengisyaratkan para putri keraton menuju ke ”taman sare”. Dan kemudian gerakannya tambah halus, gerakan yg lebih halus inilah mengisyaratkan para putri sedang berjalan di Mandiyoso (korridor keraton keraton menuju Pendopo Agung Keraton). Pada umumnya kostum yang dipakai adalah warna ciri khas Songennep, merah dan kuning, karena perpaduan warna tersebut mengandung filosofi ”kapodhang nyocco’ sare” yang maksudnya ”Rato prapa’na bunga” (raja sedang bahagia). sedangkan paduan warna kostum merah dan hijau atau kuning dan hijau folosofinya ”kapodang nyocco’ daun” maksudnya ”Rato prapa’na bendhu” (Raja sedang marah).
  • Odeng rek-kerek, salah satu kostum penutup kepala seorang laki-laki yang diciptakan oleh Sultan Abdurrahman Pakunataningrat yang tak lain dimaksudkan untuk merendahkan martabat pemerintahan Kolonial Belanda ketika menjajah Sumenep kala itu, "rek-kerek" dalam bahasa Madura mempunyai arti anak anjing (patek).


(Dikutip dari : wikipedia.org)

Sekilas Tentang Madura

Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa Timur. Pulau Madura besarnya kurang lebih 5.168 km2 (lebih kecil daripada pulau Bali), dengan penduduk hampir 4 juta jiwa.
Jembatan Nasional Suramadu merupakan pintu masuk utama menuju Madura, selain itu untuk menuju pulau ini bisa dilalui dari jalur laut ataupun melalui jalur udara. Untuk jalur laut, bisa dilalui dari Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya menuju Pelabuhan Kamal di bangkalan, Selain itu juga bisa dilalui dari Pelabuhan Jangkar Situbondo menuju Pelabuhan Kalianget di Sumenep, ujung timur Madura.
Pulau Madura bentuknya seakan mirip badan Sapi, terdiri dari empat Kabupaten, yaitu : BangkalanSampangPamekasan danSumenep. Madura, Pulau dengan sejarahnya yang panjang, tercermin dari budaya dan keseniannya dengan pengaruh islamnya yang kuat.
Pulau Madura didiami oleh suku Madura yang merupakan salah satu etnis suku dengan populasi besar di Indonesia, jumlahnya sekitar 20 juta jiwa. Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja, Sapudi, Raas, dan Kangean. Selain itu, orang Madura banyak tinggal di bagian timur Jawa Timur biasa disebut wilayah Tapal Kuda, dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. Orang Madura yang berada di Situbondo dan Bondowoso, serta timur Probolinggo, Jember, jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa berbahasa Jawa, juga termasuk Surabaya Utara ,serta sebagian Malang .
Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan, masyarakat Madura juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja keras (abhantal omba' asapo' angen). Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan masyarakat Madura, mereka memiliki sebuah falsafah: katembheng pote mata, angok pote tolang. Sifat yang seperti inilah yang melahirkan tradisi carok pada sebagian masyarakat Madura.

Babad Madura

Dari sumber-sumber babad tanah Madura dikisahkan bahwa Pulau Madura pada zaman dahulu oleh para pengarung lautan hanya terlihat sebagai puncak-puncak tanah yang tinggi (sekarang menjadi bukit-bukit, dan beberapa dataran yang ketika air laut surut dataran tersebut terlihat, sedangkan apabila laut pasang dataran tersebut tidak tampak ( di bawah permukaan air ). Puncak-puncak yang terlihat tersebut diantaranya sekarang disebut Gunung Geger di Kabupaten Bangkalan dan Gunung Pajudan di kabupaten Sumenep. Sejarah tanah Madura tidak terlepas dengan sejarah atau kejadian yang terjadi di tanah Jawa. Diceritakan bahwa pada suatu masa di pulau Jawa berdiri suatu kerajaan bernama Medang kamulan. Di dalam kotanya ada sebuak keraton yang bernama keraton Giling wesi, rajanya bernama Sang Hyang Tunggal ( Kerajaan Medang Kamulan terletak di muara Sungai Brantas. Ibukotanya bernama Watan Mas).

Sejarah

Perjalanan Sejarah Madura dimulai dari perjalanan Arya Wiraraja sebagai Adipati pertama di Madura pada abad 13. Dalam kitab nagarakertagama terutama pada tembang 15, mengatakan bahwa Pulau Madura semula bersatu dengan tanah Jawa, ini menujukkan bahwa pada tahun 1365an orang Madura dan orang Jawa merupakan bagian dari komonitas budaya yang sama.
Sekitar tahun 900-1500, pulau ini berada di bawah pengaruh kekuasaan kerajaan Hindu Jawa timur seperti KediriSinghasari, danMajapahit. Di antara tahun 1500 dan 1624, para penguasa Madura pada batas tertentu bergantung pada kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa seperti Demak, Gresik, dan Surabaya. Pada tahun 1624, Madura ditaklukkan oleh Mataram. Sesudah itu, pada paruh pertama abad kedelapan belas Madura berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda (mulai 1882), mula-mula oleh VOC, kemudian oleh pemerintah Hindia-Belanda. Pada saat pembagian provinsi pada tahun 1920-an, Madura menjadi bagian dari provinsi Jawa Timur.[1]
Sejarah mencatat Aria Wiraraja adalah Adipati Pertama di Madura, diangkat oleh Raja Kertanegara dari Singosari, tanggal 31 Oktober 1269. Pemerintahannya berpusat di Batuputih Sumenep, merupakan keraton pertama di Madura. Pengangkatan Aria Wiraraja sebagai Adipati I Madura pada waktu itu, diduga berlangsung dengan upacara kebesaran kerajaan Singosari yang dibawa ke Madura. Di Batuputih yang kini menjadi sebuah Kecamatan kurang lebih 18 Km dari Kota Sumenep, terdapat peninggalan-peninggalan keraton Batuputih, antara lain berupa tarian rakyat, tari Gambuh dan tari Satria.

Geografi dan Adiministrasi

GeografiKondisi geografis pulau Madura dengan topografi yang relatif datar di bagian selatan dan semakin kearah utara tidak terjadi perbedaan elevansi ketinggian yang begitu mencolok. Selain itu juga merupakan dataran tinggi tanpa gunung berapi dan tanah pertanian lahan kering. Komposisi tanah dan curah hujan yang tidak sama dilereng-lereng yang tinggi letaknya justru terlalu banyak sedangkan di lereng-lereng yang rendah malah kekurangan dengan demikian mengakibatkan Madura kurang memiliki tanah yang subur.
Secara geologis Madura merupakan kelanjutan bagian utara Jawa, kelanjutan dari pengunungan kapur yang terletak di sebelah utara dan di sebelah selatan lembah solo. Bukit-bukit kapur di Madura merupakan bukit-bukit yang lebih rendah, lebih kasar dan lebih bulat daripada bukit-bukit di Jawa dan letaknyapun lebih bergabung.
Luas keseluruhan Pulau Madura kurang lebih 5.168 km², atau kurang lebih 10 persen dari luas daratan Jawa Timur. Adapun panjang daratan kepulauannya dari ujung barat di Kamal sampai dengan ujung Timur di Kalianget sekitar 180 km dan lebarnya berkisar 40 km. Pulau ini terbagi dalam empat wilayah kabupaten. Dengan Luas wilayah untuk kabupaten Bangkalan 1.144, 75 km² terbagi dalam 8 wilayah kecamatan, kabupaten Sampang berluas wilayah 1.321,86 km², terbagi dalam 12 kecamatan, Kabupaten Pamekasan memiliki luas wilayah 844,19 km², yang terbagi dalam 13 kecamatan, dan kabupaten Sumenep mempunyai luas wilayah 1.857,530 km², terbagi dalam 27 kecamatan yang tersebar diwilayah daratan dan kepulauan.
Administrasi
Madura dibagi menjadi empat kabupaten, yaitu:
KabupatenIbu KotaLuas AreaPopulasi 2010
Kabupaten BangkalanBangkalan1,260907,255
Kabupaten SampangSampang1,152876,950
Kabupaten PamekasanPamekasan733795,526
Kabupaten SumenepSumenep1,1471,041,915
Kota-Kota Eks Karesidenan Madura
  • Bangkalan
  • Sampang
  • Pamekasan
  • Sumenep
  • Kalianget

Ekonomi

Pertanian subsisten (skala kecil untuk bertahan hidup) merupakan kegiatan ekonomi utama. Jagung dan singkong merupakan tanaman budi daya utama dalam pertanian subsisten di Madura, tersebar di banyak lahan kecil. Ternak sapi juga merupakan bagian penting ekonomi pertanian di pulau ini dan memberikan pemasukan tambahan bagi keluarga petani selain penting untuk kegiatan karapan sapi. Perikanan skala kecil juga penting dalam ekonomi subsisten di sana.
Tanaman budi daya yang paling komersial di Madura ialah tembakau. Tanah di pulau ini membantu menjadikan Madura sebagai produsen penting tembakau dan cengkeh bagi industri kretek domestik. Sejak zaman kolonial Belanda, Madura juga telah menjadi penghasil dan pengekspor utama garam. Selain komoditas tanaman diatas, sejak akhir tahun 2012, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia (P3GI) mencoba Pulau ini untuk dijadikan lahan pengembangan tebu di Jawa Timur.
Bangkalan yang terletak di ujung barat Madura telah mengalami industrialisasi sejak tahun 1980-an. Daerah ini mudah dijangkau dari Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia, dan dengan demikian berperan menjadi daerah suburban bagi para penglaju ke Surabaya, dan sebagai lokasi industri dan layanan yang diperlukan dekat dengan Surabaya. Jembatan Suramadu yang sudah beroperasi sejak 10 Juni 2009, diharapkan meningkatkan interaksi daerah Bangkalan dengan ekonomi regional.
Sumenep sebagai daerah wisata juga menyimpan banyak sumber daya alam berupa gas alam yang dieksplorasi untuk mensuplai kebutuhan gas industri yang tersebar di wilayah Jawa Timur. Sumur-sumur gas sebagian besar tersebar di daerah lepas pantai Kepulauan Sumenep.

Kondisi Sosial Masyarakat

Orang Madura pada dasarnya adalah orang yang suka merantau karena keadaan wilayahnya yang tidak baik untuk bertani. Orang Madura juga senang berdagang, terutama besi tua dan barang-barang bekas lainnya. Selain itu banyak yang bekerja menjadi nelayan dan buruh,serta beberapa ada yang berhasil menjadi Tekonokrat, Birokrat, Menteri atau Pangkat tinggi di dunia militer.

Transportasi

Untuk menuju pulau ini, ada beberapa pilihan sarana transportasi untuk para wisatawan diantaranya :
  • Bus AKAS, bus ini melayani antar kota dalam provinsi dan antar provinsi. Di masing-masing kabupaten bus ini akan singgah sejenak untuk menurunkan penumpang, pemberhentian bus paling terakhir, akan berakhir di Kalianget, Kabupaten Sumenep. Biasanya Bus AKAS tarif ekonomi akan melewati Pelabuhan Kamal bukan jembatan nasional Suramadu.
  • Bus AKAS Patas, bus ini akan melewati Jembatan Suramadu, untuk penumpang tujuan Bangkalan Kota biasanya penumpang akan diturunkan di pertigaan Tangkel akses tol Suramadu.
  • Pesawat Udara, untuk menikmati layanan transportasi ini, para penumpang akan diterbangkan dari Bandar Udara Trunojoyo, Sumenep dengan tujuan Surabaya.
  • Kapal Laut, bisa dinikamati dengan layanan rute Jangkar - Kalianget ataupun Ujung-Kamal.

Pariwisata

Pulau Madura memiliki sejumlah tempat wisata yang menarik. Salah satu icon wisata Madura adalah Karapan Sapi. Setiap tahun kerapan sapi diselenggarakan berjenjang dari tingkat Kecamatan, Kabupaten, dan tingkat pembantu wilayah Madura. Selain kerapan sapi ada juga kontes Sapi Sono' yang diperagakan oleh sapi-sapi betina. Selain itu untuk beberapa di kepulauan Sumenep ada juga Kerapan Kerbau. Selain karapan sapi yang menjadi objek wisata favorit ada juga beberapa wisata yang semuanya tersebar di 4 wilayah kabupaten diantaranya :

Objek Wisata di Kabupaten Sumenep

Objek Wisata Sejarah, Budaya dan Arsitektur
  • Museum Keraton Sumenep merupakan museum yang dikelola oleh pemerintah daerah Sumenep yang di dalamnya menyimpan berbagai koleksi benda-benda cagar budaya peninggalan keluarga Karaton Sumenep dan beberapa peninggalan masa kerajaan hindu budha seperti arca Wisnu dan Lingga yang ditemukan di Kecamatan Dungkek. Didalam museum terdapat juga beberapa koleksi pusaka peninggalan Bangsawan Sumenep seperti guci keramik dari Cina dan Kareta My Lord pemberian Kerajaan Inggris kepada Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I atas jasanya yang telah banyak membantu Thomas Stamford Raffles salah seorang Gubenur Inggris dalam penelitian yang dilakukannya di Indonesia.
  • Keraton Sumenep merupakan peninggalan pusaka Sumenep yang dibangun oleh Raja/Adipati Sumenep XXXI, Panembahan Sumolo Asirudin Pakunataningrat dan diperluas oleh keturunannya yaitu Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I. Karaton Sumenep sendiri letaknya tepat berada di depan Museum Karaton Sumenep,
  • Masjid Jamik Sumenep 
    merupakan bangunan yang mempunyai arsitektur yang khas, memadukan berbagai kebudayaan menjadi bentuk yang unik dan megah, dibangun oleh Panembahan Somala Asirudin Pakunataningrat yang memerintah pada tahun 1762-1811 M dengan arsitek berkebangsaan tionghoa "law pia ngho"
  • Kota Tua Kalianget letaknya di sebelah timur kota Sumenep, disini para pengunjung bisa melihat peninggalan-peninggalan Pabrik garam, Arsitektur Kolonial dan beberapa daerah pertahanan yang dibangun Oleh Pemerintahan Kolonial saat menjajah wilayah Sumenep,
  • Rumah Adat Tradisional Madura Tanean Lanjhang , bisa ditemui di beberapa daerah menuju pantai lombang maupun menuju pantai slopeng,
  • Benteng VOC Kalimo'ok di Kalianget.
Objek Wisata Alam
  • Pantai Lombang adalah pantai dengan hamparan pasir putih dan gugusan tanaman cemara udang yang tumbuh di areal tepi dan sekitar pantai. Suasananya sangat teduh dan indah sekali. Pantai Lombang adalah satu-satunya pantai di Indonesia yang ditumbuhi pohon cemara udang,
  • Pantai Slopeng adalah pantai dengan hamparan gunung pasir putih yang mengelilingi sisi pantai sepanjang hampir 6 km. Kawasan pantai ini sangat cocok untuk mancing ria karena areal lautnya kaya akan beragam jenis ikan, termasuk jenis ikan tongkol,
  • Pantai Ponjug di Pulau Talango,
  • Pantai Badur di Kecamatan Batu Putih,
  • Pantai Pasir Putih dan Terumbu Karang Pulau Saor (Kecamatan Sapeken),
  • Kepulauan Kangean dan sekitarnya merupakan gugusan kepulauan Kabupaten Sumenep yang letaknya berada di wilayah ujung timur Pulau Madura. Mempunyai banyak pantai yang eksotik,
  • Wisata Taman Laut Mamburit Pulau Arjasa,
  • Wisata Taman Laut Gililabak Pulau Talango,
  • Taman Air Kiermata di Kecamatan Saronggi,
  • Goa Jeruk Asta Tinggi Sumenep,
  • Goa Kuning di Kecamatan Kangean,
  • Goa Payudan di Kecamatan Guluk-Guluk,
Wisata Religi/Ziarah
  • Asta Karang Sabu merupakan kompleks pemakaman keluarga Raja / Adipati Sumenep yang memerintah pada abad 15 yaitu Pangeran Ario kanduruan, Pangeran Lor dan Pangeran Wetan. di daerah karang sabu inilah dia memimpin pemerintah Sumenep pada saat itu.
  • Kompleks pemakaman Asta Tinggi Sumenep merupakan kompleks pemakaman Raja-Raja Sumenep yang dibangun pada tahun 1644 M. terletak di daerah dataran Tinggi Kebon Agung Sumenep.
  • Asta Yusuf merupakan salah satu makam penyebar agama islam di Pulau Talango, makam tersebut ditemukan oleh Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat ketika betolak menuju Bali pada tahun 1212 hijriah (1791),
  • Asta Katandur merupakan salah satu makam penyebar agama islam di Sumenep, Pangeran Katandur yang juga salah satu tokoh yang ahli dalam bidang pertanian dan menurut berbagai sumber, Pangeran Katandur juga merupakan pencipta tradisi kerapan sapi,
  • Makam Pangeran Panembahan Joharsari yang merupakan salah satu Adipati Sumenep V yang pertama kali memeluk Agama islam di Bluto,
Wisata Minat Khusus
  • Tirta Sumekar Indah merupakan salah satu kompleks pemandian kolam renang yang ada di Sumenep, letaknya berada di kecamatan Batuan, sebelah barat kota Sumenep. Letaknya yang strategis, dikelilingi Perkebunan Pohon Jati dan Jambu Mente serta tak jauh dari wisata kompleks pemakaman Asta Tinggi membuat pemandian ini banyak di kunjungi warga saat akhir pekan dan liburan sekolah,
  • Water Park Sumekar, merupakan wisata air yang terletak tak jauh dibelakang lokasi Wisata kompleks Asta Tinggi, kondisi bangunannya yang terletak dilerang bukit Kasengan sangat menambah suasana alami di kawasan ini,
  • Alun-Alun Sumenep sekarang menjadi taman Adipura, setiap harinya khususnya pada malam hari dibangian utara Alun-Alun Sumenep ini terdapat pasar malam dengan menyajikan berbagai macam kuliner dan accesories yang bisa dinikmati dengan harga yang murah.
  • Wisata kesehatan di Pulau Giliyang Kecamatan Dungkek merupakan daerah di kabupaten Sumenep yang mempunyai kandungan O2/oksigen sebesar 21,5% atau 215.000 ppm.

Objek Wisata di Kabupaten Pamekasan

  • Pantai Talang Siring, Kecamatan Montok
  • Pantai Jumiang, Kecamatan Pademawu
  • PantaiBatu Kerbuy
  • Api tak kunjung padam
  • Makam Batuampar
  • Vihara Avalokitesara
  • Situs Pangeran Rangga Sukawati
  • Museum Daerah
  • Pasar Batik Joko Tole

Objek Wisata di Kabupaten Sampang

  • Pulau Mandangin
  • Pantai Camplong
  • Kuburan Madegan
  • Waduk Klampis Desa Kramat kecamatan Kedungdung
  • Air terjun Toroan
  • Rimba monyet - Nepa Raden segoro
  • Reruntuhan Pababaran
  • Pemandian Sumber Otok
  • Wisata Alam Goa Lebar
  • Monumen Sampang
  • Situs Pababaran Trunojoyo
  • Situs Ratoh Ebuh

Objek Wisata di Kabupaten Bangkalan

  • Pantai Rongkang
  • Pantai Sambilangan
  • Bukit Geger
  • Kuburan Aermata
  • Pantai Siring Kemuning di desa Macajah, Tanjungbumi
  • Perahu Peninggalan Saichona Moh. Chollil di desa Telaga Biru, Tanjungbumi
  • Mercusuar VOC , Sambilangan
  • Jembatan Nasional Suramadu

(dikutip dari : wikipedia.org)